Tak kenal
maka tak sayang. Setidaknya begitulah potret yang bisa diambil dari masih kurangnya
minat masyarakat mengikuti asuransi syariah. Ini tak lain karena kurangnya
pengetahuan tentang lembaga keuangan tersebut. Masyarakat masih minim dengan
pengetahuan asuransi. Apalagi ketika asuransi telah disandingkan dengan nama
syariah, tentu lebih banyak istilah yang perlu diketahui. Tak hanya untuk
kepentingan pribadi dan keluarga, sebenarnya berasuransi juga sangat penting
dijalankan oleh pebisnis dalam rangka menanggulagi risiko kerugian pada
aset-aset usahanya.
Sesuai
dengan fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN), asuransi syariah diartikan sebagai
usaha saling melindungi dan tolong-menolong diantara sejumlah orang atau pihak melalui
investasi dalam bentuk aset dan atau tabarru’ yang memberikan pola pengembalian
untuk menghadapi risiko tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai syariah.
Jika
seseorang menjadi peserta atau asuransi syariah, dalam istilah syariah disebut
sebagail muamman, sedangkan perusahaan asuransi disebut dengan muammin.
Selayaknya memulai sebuah asuransi, nasabah mengadakan kontrak dengan
perusahaan asuransi. Nah, di sini lah perbedaannya dimulai.
Pada
dasarnya asuransi syariah dan asuransi konvensional mempunyai tujuan sama,
yaitu pengelolaan atau penanggulangan risiko. Namun beberapa perbedaan mendasar
dalam kontrak awal menjadikan asuransi syariah dinilai lebih fair dibandingkan
asuransi konvensional.
Menurut
Ketua Badan Pelaksana Harian DSN Ma’ruf Amin, berbeda dengan asuransi
konvensional yang menerapkan kontrak jual beli atau biasa disebut tabaduli,
asuransi syariah menggunakan kontrak takafuli atau tolong menolong antara
nasabah satu dengan nasabah yang lain ketika dalam kesulitan. “Jadi di asuransi
syariah ada risk sharing,” ujar Ma’ruf. Sedangkan dengan akad tabaduli, terjadi
jual beli atas risiko yang dipertanggungkan antara nasabah dengan perusahaan
asuransi. Dengan kata lain terjadi transfer risiko (risk transferring) dari
nasabah ke perusahaan asuransi.
Pengelolaan
dana melalui asuransi syariah diyakini dapat terhindar dari unsur yang
diharamkan Islam yaitu riba, grarar (ketidakjelasan dana) dan maisir (judi).
Untuk itu perusahaan asuransi syariah memegang amanah dalam menginvestasikan
dana nasabah sesuai prinsip syariah. Sesuai akadnya, mudharabah, yaitu akad
kerja sama dimana peserta menyediakan 100% modal, dan dikelola oleh perusahaan
asuransi, dengan menentukan kontrak bagi hasil.
Jika nasabah
asuransi syariah mengajukan klaim, dana klaim berasal dari rekening tabarru’
(kebajikan) seluruh peserta. Berbeda dengan klaim asuransi konvensional yang
berasal dari perusahaan asuransinya.
Satu lagi
kelebihan asuransi syariah, yaitu tidak mengenal istilah dana hangus layaknya
asuransi konvensional. Peserta asuransi syariah bisa mendapatkan uangnya
kembali meskipun belum datang jatuh tempo. Karena konsepnya adalah wadiah
(titipan), dana dikembalikan dari rekening peserta yang telah dipisahkan dari
rekening tabarru’. Lagi pula biaya operasional asuransi syariah. Hal tersebut
wajar, mengingat pembebanan biaya operasional ditanggung pemegang polis
asuransi, terbatas pada kisaran 30% dari premi, sehingga pembentukan pada nilai
tunai cepat terbentuk di tahun pertama dengan memiliki nilai 70% dari premi.
Bandingkan dengan pembebanan biaya operasional asuransi konvensional yang
ditanggung seluruhnya oleh pemegang polis, sehingga pembentukan nilai tunai
menjadi lambat di tahun-tahun pertama menjadi bernilai nol.
Hilmi Husada
Konsultan Asuransi Syariah Prudential
Telp. 0265 9157 111 /081 320 169 111
email : hilmihusada@yahoo.co.id
hilmihusada@gmail.com
blog/web : http/:hilmiagenprudential.blogspot.com
hilmihusada.wordpress.com